|
|
|
|
|
|
|
Imam Samudra Akui Ahli Rakit Bom Jakarta (Bali Post) - Imam Samudra mengaku terlibat kasus peledakan sebuah gereja GKPS di Batam pada malam Natal 2000 bersama beberapa orang temannya, termasuk Iqbal yang kini menjalani hukuman selama sembilan tahun di LP Pekanbaru. Selain itu, ia juga mengaku punya keahlian merakit bom.
Ahmad Michdan, pengacara Imam Samudra menegaskan, kliennya mulai menjalani pemeriksaan di Reserse dan Kriminal Polri Jakarta, Rabu (27/11) kemarin. Fokus pemeriksaan terkait kasus pengeboman gereja di Batam disusul Pekanbaru dan peledakan Gereja Santa Anna, HKBP, Atrium Mall Senen di Jakarta. Soal peledakan di Legian, Bali belum disinggung, rencananya fokus pemeriksaan kasus Bali akan dilakukan di Polda Bali.
Pemeriksaan dimulai pukul 12.00 WIB, Imam Samudra didampingi empat pengacaranya, Achmad Michdan, Ahmad Wirawan Adnan, Nasrun Kalianda dan Andi Windo. Sekitar pukul 16.30 WIB, pemeriksaan dihentikan untuk istirahat. Sudah 33 pertanyaan yang diajukan penyidik mulai soal domisili, sampai ditunjukkan gambar rumah kontrakan Imam. Di depan penyidik, Imam juga mengaku punya keahlian merakit bom, mengenal Abu Bakar Ba'asyir di Malaysia namun sebatas sebagai sesama umat Isla. Ia juga kenal dengan Hambali yang merupakan tetangganya di Malaysia. ''Salah satu pertanyaan yang diajukan, apakah ada satu saksi yang diajukan Imam Samudra untuk meringankan hukumannya. Imam menyebut gurunya di sekolah Madarasah Alliyah Negeri (setara SMU-red). Nanti kami akan hubungi gurunya,'' kata Michdan.
Sementara itu, juru bicara Tim Investigasi Bom Bali Brigjen Pol. Edward Aritonang mengatakan, sebetulnya pemeriksaan Imam Samudra dijadwalkan Selasa (26/11), namun diundur karena sesuai prosedur setiap tersangka harus menjalani pemeriksaan kesehatan fisik dan kejiwaan. ''Kondisi Imam Samudra bersama tiga temannya pun kita periksa, sebab kita ingin hasil pemeriksaan itu bisa dipertanggungjawabkan secara hukum sesuai prosedur,'' jelasnya.
Pemeriksaan pertama berkaitan kasus peledakan bom di Batam yang terjadi pada malam Natal 2000 yang menyebabkan tiga orang cedera. Juga keterkaitan rencana pengeboman di Pekanbaru sesuai pengakuan Iqbal, terpidana sembilan tahun penjara, yang tertangkap pada saat hendak meledakkan sebuah gereja di Pekanbaru pada malam Natal 2000. Dalam pemeriksaan, Iqbal mengaku pengeboman di Batam bersama dengan Imam Samudra. Kini Iqbal mendekam di LP Pekanbaru.
Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komjen Pol. Erwin Mappaseng menegaskan, pihaknya sudah menandatangani pemeriksaan penyidikan rekening milik Abdul Azis di BNI Cabang Serang. Kini tim penyidik Mabes Polri sudah melakukan pemeriksaan di BNI Cabang Serang. Pemeriksaan dapat dilakukan langsung tanpa perlu izin dari Bank Indonesia (BI) sesuai ketentuan Perpu Antiterorisme.
Menurut Perpu Antiterorisme No. 1 dan 2 Tahun 2002, lanjut Erwin, untuk mengecek rekening seseorang yang diduga terkait dengan aksi terorisme, penyidik bisa langsung melakukan penyidikan. ''Memang sesuai prosedur di KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana), kita tak bisa langsung menyelonong ke bank yang bersangkutan karena harus izin dulu ke BI,'' ucapnya.
Erwin mengaku tidak tahu berapa nilai nominal rekening Imam, tersangka otak peledakan bom di Bali. Sementara tentang informasi ditemukannya rekening lain seperti di BRI dan BDNI, ia tidak membantah maupun membenarkannya. ''Baru di BNI yang saya tanda tangani pemeriksaannya, sedangkan bank lainnya menyusul dan bukan hanya bank itu karena masih ada bank lainnya,'' tandasnya.
Di tempat terpisah, Lulu Jamaludin -- adik kandung Imam Samudra -- menuding polisi telah menyita uang tunai Rp 500 juta milik istri Imam Samudra, Zakiyah Darajat Al-Fauzani. Padahal, uang itu tak ada kaitannya dengan Imam Samudra, apalagi Imam tak pernah muncul ke rumah istrinya setelah aksi peledakan. Uang itu merupakan hasil keringat Zakiyah yang kerja jualan.
Tudingan polisi ''merampas'' harta istri Imam Samudra, langsung dibantah Edward Aritonang. ''Memang polisi menyita uang, namun jumlahnya bukan Rp 500 juta, melainkan pecahan-pecahan rupiah, ringgit Malaysia dan dolar Singapura. Itu pun jumlahnya tidak sampai Rp 500 juta,'' jelasnya.
Aritonang menjelaskan, saat itu akan disita, istri Imam meminta uangnya jangan diambil karena untuk beli susu anaknya. Namun polisi sudah bilang, bahwa uang itu untuk kepentingan penyidikan, sehingga polisi mengambil kebijakan, uang yang disita itu akan diganti agar Zakiyah bisa beli susu anaknya
Berita ini dikutip dari www.balipost.com
|
 |
|